Langkat, MPN – Mantan Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-Angin, dibebaskan oleh Pengadilan Negeri Stabat, Langkat, Sumatera Utara, dari tuduhan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Keputusan ini sangat berbeda dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut hukuman 14 tahun penjara dalam kasus yang dikenal sebagai “kerangkeng manusia”. Putusan bebas ini dibacakan oleh majelis hakim pada Senin, 8 Juli 2024.
Usai pembacaan vonis, Terbit melakukan sujud syukur, menangis, dan memeluk keluarganya. Ia juga mengucapkan terima kasih kepada hakim yang menurutnya telah menjalankan tugas berdasarkan fakta persidangan. “Saya ucapkan terima kasih kepada Pengadilan Stabat yang telah murni menjalankan tugasnya hari ini,” ujar Terbit.
Ketua Majelis Hakim, Andriasyah, menyatakan bahwa semua tuntutan jaksa terhadap Terbit yang tertuang dalam Pasal 2 ayat (2) jo Pasal 7 ayat (1) jo Pasal 10 Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO tidak terbukti. Selain itu, dakwaan terhadap Terbit juga tidak memiliki keterkaitan dengan tindakan TPPO yang dituduhkan. Menanggapi putusan ini, Kasi Intel Kejaksaan Negeri Langkat, Sabri Fitriansyah, segera mengajukan kasasi setelah vonis dibacakan.
Sebelumnya, pada Rabu, 5 Juni 2024, jaksa menuntut Terbit dengan 14 tahun penjara atas dugaan TPPO dengan kedok rehabilitasi narkoba pada 2010-2022. Jaksa menyatakan bahwa Terbit telah melanggar Pasal 2 ayat (2) jo Pasal 11 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO. Selain hukuman penjara, mantan bupati tersebut juga dituntut untuk membayar denda pidana sebesar Rp 500 juta dan uang restitusi sebesar Rp 2.377.805.493 kepada 11 korban atau ahli warisnya.
Jika Terbit tidak mampu membayar restitusi tersebut dalam waktu 14 hari setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta kekayaannya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk pembayaran restitusi tersebut. Jika Terbit tidak memiliki harta benda untuk membayar restitusi, maka hukuman diganti dengan pidana kurungan selama satu tahun.
Kasus “kerangkeng manusia” yang melibatkan Terbit Rencana Perangin-Angin bermula saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah Terbit dan menemukan kerangkeng mirip penjara berisi 57 orang di halaman belakang rumahnya. Terbit menyebut kerangkeng tersebut sebagai tempat rehabilitasi bagi pencandu narkoba dengan dua kamar berukuran 5×6 meter dan teralis besi yang mengitari.
Pengelolaan kerangkeng tersebut dilakukan oleh seseorang yang disebut sebagai ākepala lapasā dan ākepala kamar.ā Dalam kurun waktu 12 tahun, dilaporkan ada empat orang meninggal karena disiksa di dalam kerangkeng tersebut, yaitu Abdur Sidik Isnur, Sarianto Ginting, Dodi Santoso, dan Isal Kardi.
Dilansir dari Kompas.com, Sabtu, 26 Maret 2022, disebutkan bahwa korban digunduli, dilecehkan, dipaksa mengunyah cabai setengah kilogram dan dilumurkan ke wajah dan bagian tubuh lain, bahkan disuruh minum air seni. Selain itu, pegawai lain juga diminta untuk bekerja tanpa diberi upah di kebun dan pabrik kelapa sawit milik Terbit, PT Dewa Rencana Perangin-Angin.
Dalam kasus tersebut, delapan orang telah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk anak Terbit berinisial DP, dan tujuh orang lainnya berinisial HS, IS, TS, RG, JS, HG, dan SP.




