SORONG, MPN — Polda Papua Barat Daya bersama Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Kementerian Pertanian (Kementan) RI melakukan penertiban terhadap harga beras premium dan medium yang tidak sesuai dengan ketentuan Harga Eceran Tertinggi (HET). Kegiatan berlangsung di salah satu hotel di Kota Sorong pada Kamis (23/10/2025).
Kegiatan ini melibatkan Satgas Pangan Daerah, Dinas Pangan, Dinas Perdagangan, Dinas Perizinan, serta para distributor dan pelaku ritel modern. Penertiban ini juga menjadi bagian dari pelaksanaan Surat Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 375 Tahun 2024 tentang pembentukan Satuan Tugas Pengendalian dan Pengawasan HET Beras.
Ketua Pokja Pengawasan Ketersediaan Pangan Tri Aris Indrayanto, yang juga menjabat sebagai Analis Ketahanan Pangan Ahli Madya Direktorat Ketersediaan Pangan Bapanas, menjelaskan bahwa pengawasan terhadap penerapan HET dilakukan di seluruh tingkat — mulai dari distributor, toko, hingga pengecer besar.
“Tujuannya adalah untuk memastikan harga beras sesuai dengan ketentuan pemerintah sebagaimana diatur dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 5 Tahun 2024 tentang HET Beras,” ujarnya.
Dalam peraturan tersebut, pemerintah menetapkan pembagian wilayah berdasarkan zona harga. Untuk Zona 3 yang meliputi Maluku dan Papua, HET ditetapkan sebesar Rp15.500 per kilogram untuk beras medium dan Rp15.800 per kilogram untuk beras premium.
Tri Aris menegaskan bahwa penetapan HET bertujuan untuk melindungi konsumen dari harga beras yang tidak wajar serta menjaga ketersediaan pasokan di pasar.
Sejumlah pelaku usaha yang hadir dalam sosialisasi menjelaskan bahwa harga beras di wilayah Sorong cenderung tinggi karena sebagian besar pasokan masih didatangkan dari luar Papua, seperti Surabaya dan Makassar.
Tingginya biaya distribusi dan logistik, termasuk ongkos kontainer serta pengiriman laut, menjadi penyebab utama kenaikan harga di tingkat eceran. Kondisi ini diperparah dengan keterbatasan stok dari produsen di wilayah asal yang kadang tidak stabil.
Pemerintah melalui Bapanas menyatakan bahwa faktor tersebut akan menjadi bahan evaluasi terhadap penetapan HET di wilayah timur Indonesia, khususnya daerah non-sentra produksi seperti Papua Barat Daya.
Tri Aris menegaskan bahwa setiap pelanggaran terhadap ketentuan HET akan dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Sudah ada aturan yang jelas di dalam peraturan Badan Pangan Nasional tentang HET. Jika melanggar, maka akan dikenai sanksi sesuai ketentuan hukum,” tegasnya.
Bapanas juga memastikan akan memperketat pengawasan terhadap mutu dan keaslian beras di pasaran. Bila ditemukan pemalsuan atau oplosan, sampel beras akan diuji di laboratorium untuk memastikan kebenarannya sebelum dilakukan penindakan hukum.
Sebagai bagian dari upaya edukasi, pemerintah akan memperluas sosialisasi penerapan HET kepada masyarakat dan pelaku usaha melalui penempelan selebaran di toko-toko pedagang beras dan kios pengecer.
Selebaran tersebut akan berisi informasi mengenai ketentuan harga eceran tertinggi, sanksi bagi pelanggar, serta imbauan bagi masyarakat untuk melapor jika menemukan harga di atas ketentuan.
Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran pedagang dan konsumen terhadap pentingnya penerapan harga yang wajar, sekaligus memperkuat pengawasan di tingkat pasar tradisional dan ritel modern.
Dengan adanya koordinasi antara Bapanas, Kementan, dan Polda Papua Barat Daya, pemerintah berharap penerapan HET beras di wilayah Papua Barat Daya dapat berjalan efektif, menjaga stabilitas harga, dan memberikan perlindungan kepada masyarakat sebagai konsumen akhir. (Mel)