Scroll Untuk Lanjut Membaca

Tingkat ketidakhadiran guru dalam kelas di provinsi Papua mencapai 82 persen. Alasan guru merasa tidak betah mengajar di Papua. Salah satunya karena pada dasarnya guru mengajar bukan karena keinginan dalam diri, melainkan karena tidak ada pilihan lain. Faktor lainnya, karena jarak sekolah dan tempat tinggal guru di Papua sangat jauh, hal ini membuat guru sulit bertahan. Hal serupa terlihat hasil survei yang dilakukan oleh Unicef, diketahui persentase ketidakhadiran guru di wilayah Papua untuk daerah perkotaan mencapai 30 persen, sementara di area pinggiran perkotaan mencapai 40 persen, dan area terisolasi mencapai 50 persen (Aloysius, 2015). Ketidakhadiran guru jauh lebih tinggi dibanding rata-rata nasional, selain itu juga rentang waktu ketidakhadiran guru di Papua jauh lebih panjang dibanding ketidakhadiran guru di daerah lain. Jika guru di daerah lain absen mengajar hanya beberapa hari, guru di Papua dapat absen selama beberapa bulan (Suharyadi dan Sambodho, 2017).
Mengatasi problematika tenaga pendidik menjadi alternatif solusi yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Papua. Tenaga pendidik merupakan salah satu fungsi pokok penyelenggaraan dalam pelayanan pendidikan pada peserta didik, di samping itu fungsi pemberdayaan dan pembangunan peserta didik sebagai generasi bangsa yang memiliki intelektual. Sebaiknya guru diangkat dari putra Papua saja dan kualifikasinya tidak harus seperti di tempat lain. Peserta didik tamatan SMA dapat ditambah pelatihan peningkatan kompetensi selama satu tahun untuk disiapkan mengajar peserta didik setara Sekolah Dasar (Muhadjir,2023).
Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin (2023) mengambil langkah serius untuk mengatasi masalah kekurangan tenaga pendidik dengan mengarahkan Menteri Agama dan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk bekerja sama dalam menyediakan akses pendidikan melalui Sekolah Tinggi Teologi (STT) melalui pembukaan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) dan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PG PAUD). Para aktivis gereja di Tanah Papua yang telah lama berkontribusi untuk membuka akses pendidikan bagi rakyat Papua, bahkan hingga ke wilayah pedalaman Papua.
Hal ini sejalan dengan pendapat Anggi Afriansyah (2022) dalam mengembangkan dan menyelenggarakan pendidikan, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, dan dunia usaha yang memenuhi syarat sesuai dengan peraturan perundang-undangan untuk mengembangkan dan menyelenggarakan pendidikan yang bermutu di Provinsi Papua. Cara Inovatif antara lain sistem pamong yaitu pendidikan oleh masyarakat, orang tua, dan guru dengan menyediakan SD kecil pada daerah terpencil, Sistem guru kunjung, SMP terbuka, kejar paket A dan B, dan belajar jarak jauh, seperti di universitas terbuka (Budiman, 2017).
Pendidikan di Indonesia telah mengalami kemajuan signifikan. Namun, disejumlah daerah terpencil utamanya di Papua masih jauh dari harapan. Salah satu tantangan yang dihadapi, adalah distribusi guru yang tidak merata. Banyak guru tertumpuk di kota-kota besar, sementara di daerah terpencil kekurangan tenaga pengajar dan minimnya infrastruktur pendidikan di wilayah timur Indonesia (Dominikus, 2024). Salah satu alternatif solusi adalah dengan memberikan insentif lebih kepada guru-guru yang bertugas di daerah terpencil. Penyediaan tambahan kuota guru untuk pemenuhan kekurangan guru dan pemberdayaan Kolase Pendidikan Guru. Wahyudin dan Sumule (2021) sangat ditentukan oleh ketersediaan/ketercukupan jumlah dan kualitas guru. Pembangunan pendidikan tidak dapat hanya ditunjukkan dengan pembangunan gedung-gedung sekolah.

Halaman:
1 2 3