Joko Waluyo
Widyaiswara Balai Diklat Keagamaan Papua
Sorong,MPN – Pemberlakuan kurikulum merdeka pada satuan Pendidikan merujuk pada Kepmendikbudristek No. 56 Tahun 2022 Pedoman Penerapan Kurikulum dalam rangka Pemulihan Pembelajaran. Kurikulum Merdeka ini merupakan sesuatu yang baru sehingga dibutuhkan untuk duduk bersama agar ada kesepahaman antara kepala Madrasah, guru, dan para pengawas dalam menerjemahkan kurikulum merdeka. Menindaklanjuti Kepmendikbudristek tersebut, Kementerian Agama RI menetapkan kebijakan Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) di madrasah dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 347 Tahun 2022 tentang Pedoman Implementasi Kurikulum Merdeka pada Madrasah. Pedoman implementasi kurikulum pada prinsipnya menyederhanakan dan menyempurnakan kurikulum menjadi keharusan sebagai respon atas perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta persaingan global. Hal ini menjadi perhatian Bersama karena beberapa riset menunjukkan telah terjadi learning loss dan learning gap dalam proses belajar mengajar. Konsep dari kurikulum merdeka antara lain adanya penyederhanaan kurikulum, memberikan ruang kreasi dan fleksibilitas satuan pendidikan dalam pengelolaan pembelajaran.
Kurikulum merdeka dikembangkan dengan membawa amanah harus mampu menumbuhkan nilai-nilai Pancasila dalam jiwa peserta didik. Selain itu, kurikulum juga berakar pada budaya lokal dan bangsa, yang berarti bahwa kurikulum harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar dari budaya setempat dan nasional tentang berbagai nilai hidup yang penting. Kurikulum juga harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpartisipasi dalam mengembangkan nilai-nilai budaya setempat dan nasional menjadi nilai budaya yang digunakan alam kehidupan sehari-hari dan menjadi nilai yang dikembangkan lebih lanjut untuk keHidupan masa depan (Imas Kurniasih & Berlin Sani, 2016).
Peserta didik menjadi sentral utama penerima manfaat kebijakan kurikulum merdeka. Pembelajaran berdiferensiasi diimplementasikan dan penilaian autentik komprehensif yang mengakomodir keberagaman kemanusiaan diutamakan. Hasil evaluasi dan penilaian tidak lagi fokus kepada capaian kognitif, tapi harus bisa menggambarkan profil kemanusiaan yang mencakup beragam kecerdasan. Dengan perspektif ini, maka peserta didik yang berprestasi bukan lagi tunggal. Semua peserta didik adalah berprestasi, yakni prestasi dalam bidangnya masing-masing, sesuai bakat, minat dan kecenderungannya. Keberhasilan kurikulum merdeka di satuan Pendidikan akan diukur sejauh mana kurikulum dapat mengubah suasana kelas lebih membahagiakan peserta didik, aktifitas pembelajaran lebih bergairah, secara efektif dan efisien meningkatkan capaian hasil belajar lebih bermakna. Pada gilirannya perubahan suasana kebatinan kelas tersebut dapat membentuk karakter peserta didik, membekali kompetensi dan keterampilan hidup yang dibutuhkan pada kehidupan di zamannya.
Mengimplementasikan makna merdeka belajar dalam kurikulum terkait dengan pembelajaran dan asesmen. Pembelajaran dan asesmen merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Guru dan peserta didik perlu memahami kompetensi yang diharapkan, sehingga keseluruhan proses pembelajaran dapat digunakan untuk mencapai kompetensi tersebut. Guru di awal pembelajaran merancang proses perencanaan asesmen dan perencanaan pembelajaran, yang dilaksanakan pada awal pembelajaran, pada saat pembelajaran, dan pada akhir pembelajaran. Perencanaan asesmen awal pembelajaran dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar peserta didik, dan hasilnya digunakan untuk merancang pembelajaran yang sesuai dengan tahap capaian peserta didik. Guru juga harus memastikan tujuan pembelajaran sudah sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Tahapan pembelajaran yang dilakukan guru diawali dengan perencanaan pembelajaran, kemudian pelaksanaan dan asesmen pembelajaran.
Perencanaan pembelajaran meliputi tujuan pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan asesmen pembelajaran yang disusun dalam bentuk dokumen yang fleksibel, sederhana, dan kontekstual. Tujuan Pembelajaran disusun dari capaian pembelajaran dengan mempertimbangkan kekhasan dan karakteristik satuan pendidikan. Satuan pendidikan harus menciptakan suasana kebatinan yang memungkinkan berkembangnya religiusitas, spiritual, akhlak, dan karakter bagi warga sekolah/madrasah.
Selanjutnya adalah pelaksanaan pembelajaran yang dirancang untuk memberi pengalaman belajar yang berkualitas, interaktif, kontekstual dan inklusif. Guru dapat menyelenggarakan pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, akomodatif, Mahabbah Fillah, dan memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai bakat, minat dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik. Sepanjang proses pembelajaran, guru dapat mengadakan asesmen formatif untuk mengetahui sejauh mana tujuan pembelajaran sudah dicapai oleh peserta didik.
Tahapan asesmen pembelajaran digunakan untuk mengukur aspek yang seharusnya diukur dan bersifat holistik. Asesmen meliputi asesmen formatif dan sumatif. Asesmen formatif berupa asesmen pada awal pembelajaran dan asesmen pada saat pembelajaran. Asesmen pada awal pembelajaran digunakan untuk mendukung pembelajaran berdiferensiasi sehingga peserta didik dapat memperoleh pembelajaran sesuai dengan yang mereka butuhkan. Asesmen formatif pada saat pembelajaran dapat dijadikan sebagai dasar dalam melakukan refleksi terhadap keseluruhan proses belajar yang dapat dijadikan acuan untuk perencanaan pembelajaran berikutnya dan melakukan revisi apabila diperlukan. Apabila peserta didik telah mencapai tujuan pembelajaran, maka guru dapat meneruskan pada tujuan pembelajaran berikutnya. Namun, apabila tujuan pembelajaran belum tercapai, guru perlu melakukan penguatan terlebih dahulu, kemudian mengadakan asesmen sumatif untuk memastikan ketercapaian seluruh tujuan pembelajaran.
Penerapan kurikulum ini satuan pendidikan tidak boleh lagi hanya fokus kepada pengetahuan apa yang harus dikuasai peserta didik, namun lebih penting adalah membekali peserta didik kompetensi, keterampilan hidup (life skills), dan cara berfikir-bersikap untuk mengantisipasi dan menyikapi situasi yang selalu berubah. Kurikulum merdeka yang akan memandu memberikan pilihan-pilihan untuk membentuk karakter, menumbuhkan keberanian berfikir kritis, kreatif dan inovatif harus terus dikembangkan. Di samping itu, nilai-nilai agama sebagai ciri khas setiap satuan pendidikan mesti ditanamkan secara terintegrasi sejalan dengan implementasi kurikulum. Sehingga nilai religiusitas mewarnai cara berfikir, bersikap dan bertindak para warga sekolah/madrasah dalam menjalankan praksis dan kebijakan pendidikan.
Guru sebagai garda terdepan dalam mengimplementasikan kurikulum tidak boleh terjebak menjadikan peserta didik sebagai penampung ilmu pengetahuan belaka. Guru harus fokus kepada pembentukan karakter peserta didik, membekali kompetensi abad-21 dan keterampilan hidup dengan cara yang lebih kreatif sesuai kebutuhan peserta didik di masa depan. Karena itu, guru harus senantiasa meningkatkan kapasitas diri. Diharapkan para guru secara bergotong royong, dengan semangat berbagi, perlu bergabung bersama komunitas-komunitas pendidikan untuk mengasah kompetensi dan memperluas wawasan terkini demi memberi layanan terbaik kepada peserta didik.