Waisai, MPN ā Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Raja Ampat diduga melakukan diskriminasi dalam memilih mitra media untuk mempublikasikan kegiatan Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada) 2024. Berdasarkan informasi dari sumber terpercaya, KPU Raja Ampat hanya menjalin kerjasama dengan satu media online, meskipun anggaran untuk publikasi mencapai ratusan juta rupiah.
Pada Selasa (27/8/2024), seorang wartawan lokal di Waisai mengungkapkan bahwa tujuan utama KPU dalam bermitra dengan media adalah untuk memastikan publik mendapatkan informasi yang akurat mengenai setiap tahapan Pemilukada. “Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa hanya satu media yang diakomodir oleh KPU, sementara puluhan media lainnya diabaikan,” ujarnya.
Dalam konteks Pemilukada serentak 2024, media memegang peran krusial sebagai pengawas independen yang dapat memastikan proses berjalan transparan dan adil. Padahal, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian telah mengeluarkan Surat Edaran pada 13 Mei 2024, yang menekankan pentingnya keterlibatan media dalam menjaga stabilitas dan kredibilitas proses Pemilukada.
Praktik ini diduga berlangsung sejak awal tahapan Pemilukada 2024 di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Hingga saat ini, puluhan media online di wilayah tersebut belum mendapatkan kesempatan yang sama untuk bermitra dengan KPU.
Sikap KPU yang hanya memilih satu media untuk bermitra memicu ketidakpuasan luas di kalangan jurnalis. Merasa diabaikan dan tidak diakomodir, puluhan wartawan di Raja Ampat akhirnya sepakat untuk memboikot pemberitaan terkait KPU Raja Ampat. Boikot ini merupakan bentuk protes terhadap apa yang mereka anggap sebagai kebijakan tebang pilih yang merugikan publik.
Dengan adanya tekanan dari berbagai pihak, KPU Raja Ampat diharapkan dapat segera memberikan klarifikasi dan mengambil langkah-langkah perbaikan agar tidak terjadi ketimpangan informasi selama proses Pemilukada. Transparansi dan keterbukaan adalah kunci untuk menjaga kepercayaan publik terhadap proses demokrasi ini.
